KarenaNabi tidak mengulangi lagi sholat dari awal. Beliau hanya melepas benda yang terkena najis, kemudian melanjutkan sholat. Kesimpulannya, jika ditemukan najis pada pakaian terjadi di waktu : 1. Sebelum sholat, maka Najis dibersihkan atau mengganti pakaian lain, kemudian sholat. 2. Pertengahan sholat. Sebagaimana telah jamak diketahui bahwa dalam fiqih Islam najis terbagi dalam 3 tiga bagian; mukhaffafah ringan, mutawassithah sedang, dan mughalladhah berat. Klasifikasi ini berdasarkan tingkat kesulitan cara menyucikannya, yang bakal diulas secara rinci dalam pembahasan yang masuk pada kategori najis mughalladhah jelas, yakni anjing dan babi berikut anakan yang dihasil dari keduanya. Tak ada yang lainnya. Yang termasuk dalam kategori najis mukhaffafah juga telah jelas, yakni air kencing seorang bayi laki-laki yang belum berumur dua tahun dan belum makan selain air susu ibu. Selainnya tidak ada lihat Salim bin Sumair Al-Hadlrami, Safiinatun Najaa, [Jedah Darul Minhaj, 2009], hal. 27 – 28..Hal ini sebagaimana yang dituturkan oleh Syekh Salim bin Sumair Al-Hadlrami dalam kitabnya Safinatun Najaالمغلظة نجاسة الكلب والخنزير وفرع احدهما والمخففة بول الصبي الذي لم يطعم غير اللبن ولم يبلغ الحولينLalu apa saja barang yang masuk pada kategori najis mutawassithah? Air hujan yang menggenang di halaman depan rumah, air keringat, air ludah dan ingus, air bekas cucian piring kotor, lempung basah yang ada di sawah, kotoran yang ada di dalam hidung dan telinga, apakah itu semua termasuk kategori barang najis? Banyak masyarakat yang tidak tahu dan tidak bisa membedakan mana barang-barang di sekitar mereka yang termasuk najis dan yang tidak najis?Syekh Muhammad Nawawi Banten dalam kitab Kayifatus Saja menyebutkan ada dua puluh barang yang termasuk dalam kategori najis mutawassithah dan juga mughalladhah . Kedua puluh barang najis itu adalah1. Air kencing. Termasuk dalam air kencing adalah batu yang keluar dari saluran kencing bila diyakini bahwa batu itu terbentuk dari air kencing yang mengkristal. Bila batu itu tidak terbentuk dari air kencing maka statusnya bukan najis tapi mutanajis; barang suci yang terkena Air madzi. Yakni air yang berwarna kekuningan dan kental yang keluar pada saat bergeraknya syahwat tanpa adanya rasa nikmat, meskipun tanpa syahwat yang kuat atau keluar setelah melemahnya syahwat. Ini hanya terjadi pada orang yang sudah baligh. Pada seorang perempuan lebih sering terjadi pada saat dirangsang dan bangkit syahwatnya. Terkadang juga madzi keluar tanpa dirasakan oleh orang yang Air wadi. Yakni air putih, keruh dan kental yang keluar setelah guang air kecil atau ketika membawa barang yang berat. Keluarnya air wadi tidak hanya terjadi pada orang yang sudah baligh Kotoran tahi. Termasuk najis juga kotorannya ikan atau belalang. Namun diperbolehkan menggoreng atau menelan ikan kecil yang masih hidup dan dimaafkan kotoran yang masih ada di dalam Anjing. Segala macam jenis anjing adalah najis mughalladhah, baik anjing yang dilatih untuk memburu ataupun anjing yang difungsikan untuk menjaga Babi. Babi juga termasuk binatang yang najis mughalladhah sebagaimana Anakan silangan anjing atau babi dengan Sperma dari anjing, babi dan anakan silangan anjing dan ababi dengan Air luka atau air bisul yang telah berubah rasa, warna atau baunya. Air ini najis karena merupakan darah yang telah berubah. Bila tidak ada perubahan pada air ini maka statusnya tetap Nanah yang bercampur dengan Nanah. Nanah najis karena merupakan darah yang telah Air empedu. Sedangkan kantong atau kulit empedunya berstatus mutanajis yang bisa disucikan dan boleh dimakan bila berasal dari hewan yang halal dimakan. Termasuk najis juga bisa atau racunnya ular, kalajengkisng dan hewan melata Barang cair yang memabukkan seperti khamr, arak dan lainnya. Barang-barang yang memabukkan namun tidak berbentuk cair, seperti daun ganja, meskipun haram mengkonsumsinya namun tidak najis Apapun yang keluar dari lambung,seperti muntahan meskipun belum berubah. Adapun yang keluar dari dada seperti riyak atau turun dari otak seperti ingus tidaklah najis, keduanya berstatus suci. Demikian juga air Air susu binatang yang tidak boleh dimakan. Seperti air susu harimau, kucing, anjing dan lainnya. Sedangkan air susu binatang yang boleh dimakan berstatus Bangkai selain manusia, ikan dan belalang. Termasuk dalam kategori ikan di sini adalah segala binatang air yang tidak bisa hidup di darat meskipun tidak dinamai “ikan”.Termasuk dalam kategori bangkai yang najis adalah bagian anggota badan yang terpotong dari hewan yang masih hidup. Kecuali bulu binatang yang boleh dimakan bila terpotong dari badannya tidak berstatus najis lihat Abdullah Al-Hadlrami, Muqaddimah Hadlramiyah [Jedah Darul Minhaj, 2011], hal. 64 –65.Berdasarkan hadis Nabiمَا قُطِعَ مِنَ الْبَهِيمَةِ وَهِيَ حَيَّةٌ فَهِيَ مَيْتَةٌArtinya “Apapun yang dipotong dari binatang yang masih hidup maka potongan itu adalah bangkai.” HR. Abu Dawud17. Darah selain hati dan limpa. Hati dan limpa meskipun termasuk kategori darah namun statusnya suci tidak Air yang keluar dari mulut binatang seperti kerbau, kambing dan selainnya pada saat memamahbiak makanan. Sedangkan air yang keluar dari pinggiran mulutnya pada saat kehausan tidak najis karena itu berasal dari Air kulit yang melepuh atau menggelembung yang berbau. Bila tidak berbau maka tidak Asap dan uap dari barang najis yang dibakar, seperti asap dari kayu yang dikencingi dan kotoran kerbau yang dibakar Muhammad Nawawi Al-Jawi, Kaasyifatus Sajaa, [Jakarta Darul Kutub Islamiyah, 2008] hal. 72 – 75.Demikian macam-macam barang yang berstatus najis yang dapat membatalkan shalat atau ibadah lain yang mensyaratkan suci dari najis. Hal ini mesti diperhatikan oleh setiap muslim mengingat erat kaitannya dengan keabsahan ibadah yang dilakukan. Wallahu a’lam. Yazid Muttaqin. Assalamu'alaikum wr.wb. Kita ragu apakah pakaian kita terkena najis atau tidak, sedang kita dalam perjalanan (musafir). Kemudian kita langsung melaksananakan sholat karena sudah masuk waktu. Nah, setelah selesai sholat, ternyata kita tahu kalau pakaian kita terkena najis. Sahkah sholat yang kita lakukan tersebut? Haruskah kita mengulanginya lagi? Dalam kehidupan sehari-hari sering kali seorang Muslim bersinggungan dengan barang-barang yang dianggap oleh fiqih sebagai barang najis, yang apabila barang najis ini mengenai sesuatu yang dikenakannya akan berakibat hukum yang tidak sepele. Batalnya shalat dan menjadi najisnya air yang sebelumnya suci adalah sebagian dari akibat terkenanya barang najis. Sejatinya tidak setiap apa yang terkena najis secara otomatis menjadi najis yang tak termaafkan. Di dalam fiqih mazhab Syafi’i ada beberapa barang najis yang masih bisa dimaafkan dan ada juga yang sama sekali tidak bisa dimaafkan. Dalam fiqih, najis yang bisa dimaafkan dikenal dengan istilah “ma’fu”. Syekh Nawawi Banten di dalam kitabnya Kâsyifatus Sajâ memaparkan empat kategori najis dilihat dari segi bisa dan tidaknya najis tersebut dimaafkan. Beliau menuturkan sebagai berikut Pertama قسم لا يعفى عنه في الثوب والماء “Najis yang tidak dimaafkan baik ketika mengenai pakaian maupun ketika mengenai air.” Termasuk najis dalam kategori ini adalah umumnya barang-barang najis yang dikenal secara umum oleh masyarakat. Seperti air kencing, kotoran manusia dan binatang, darah, bangkai dan lain sebagainya. Apabila najis-najis ini mengenai pakaian atau air maka tidak dimaafkan. Pakaiannya menjadi najis dan harus disucikan sebagaimana mestinya. Airnya juga menjadi air najis yang tidak dapat lagi digunakan untuk bersuci atau keperluan lain yang membutuhkan air suci. Kedua قسم يعفى عنه فيهما “Najis yang dimaafkan baik ketika mengenai air maupun ketika mengenai pakaian.” Yang masuk dalam kategori ini adalah najis yang sangat kecil sehingga tidak terlihat oleh mata yang normal. Sebagai contoh adalah ketika seseorang buang air kencing dengan tanpa benar-benar melepas pakaiannya bisa jadi ada cipratan dari air kencingnya yang sangat lembut yang tidak terlihat mata mengenai celana atau pakaian lain yang dikenakan. Bila pakaian ini digunakan untuk shalat maka shalatnya dianggap sah karena najis yang mengenai pakaiannya masuk pada kategori najis yang dimaafkan. Ketiga قسم يعفى عنه في الثوب دون الماء “Najis yang dimaafkan ketika mengenai pakaian namun tidak dimaafkan ketika mengenai air.” Barang najis yang masuk dalam kategori ini adalah darah dalam jumlah yang sedikit. Darah yang sedikit volumenya bila mengenai pakaian maka dimaafkan najisnya. Bila pakaian itu dipakai untuk shalat maka shalatnya masih dianggap sah. Sebaliknya bila darah ini mengenai air tidak bisa dimaafkan najisnya meski volumenya hanya sedikit. Air yang terkena darah ini bila volumenya kurang dari dua qullah dihukumi najis meski tidak ada sifat yang berubah, sedangkan bila volumenya memenuhi dua qullah atau lebih maka dihukumi najis bila ada sifatnya yang berubah. Dengan demikian air yang menjadi najis karena terkena darah yang sedikit ini tidak bisa digunakan untuk bersuci atau keperluan lain yang memerlukan air yang suci. Lalu bagaimana ukuran darah bisa dianggap sedikit atau banyak? Syekh Syihab Ar-Romli seagaimana dikutip oleh Syekh Nawawi Banten menuturkan bahwa ukuran sedikit dan banyak itu berdasarkan adat kebiasaan. Noda yang mengenai sesuatu dan sulit untuk menghindarinya maka disebut sedikit. Yang lebih dari itu disebut banyak. Namun ada juga yang berpendapat bahwa yang disebut banyak itu seukuran genggaman tangan, seukuran lebih dari genggaman tangan, atau seukuran lebih dari satu kuku lihat Muhammad Nawawi Al-Jawi, Kâsyifatus Sajâ [Jakarta Darul Kutub Islamiyah, 2008], hal. 84. Keempat قسم يعفى عنه في الماء دون الثوب “Najis yang dimaafkan ketika mengenai air namun tidak dimaafkan ketika mengenai pakaian.” Yang termasuk dalam kategori ini adalah bangkai binatang yang tidak memiliki darah pada saat hidupnya. Seperti nyamuk, kecoak, semut, kutu rambut dan lain sebagainya. Bangkai binatang-binatang ini bila mengenai air dimaafkan najisnya. Namun bila mengenai pakaian maka tidak dimaafkan najisnya. Sebagai contoh bila Anda melakukan shalat dan melihat di pakaian yang Anda kenakan ada semut yang mati maka shalat Anda batal bila tak segera membuang bangkai semut tersebut. Ini karena bangkai binatang yang tak berdarah tidak bisa dimaafkan najisnya bila mengenai pakaian. Masalah ini perlu diketahui oleh setiap muslim mengingat sangat sering bersinggungan dalam kehiduan sehari-hari terlebih memberikan dampak pada sah tidaknya ibadah yang dilakukan. Wallahu a’lam. Yazid Muttaqin

Najis'aniyah yaitu kotoran yang nampak zat dan sifatnya misal warna, bau, dan rasa Cara membersihkan: mencuci hingga sifatnya hilang kemudian dibasuh dengan air yang suci b. Najis hukmiah yaitu najis yang tidak terlihat sifatnya, misal air kencing yang sudah kering

Pertanyaan Saya ingin menghilangkan popok bayiku dalam rangka melatih kencing, dan buang air besar di toilet/kamar mandi. Akan tetapi saya tahu bahwa dia akan melakukan hal itu di atas tanah beberapa kali. Saya tahu yang lebih utama itu menyiramkan air untuk membersihkan najis. Akan tetapi apakah mungkin membersihkan dengan kain basah tiga kali atau dengan kain apa saja. Karena terus terang saya terkena penyakit was was parah. Karena sulit bagi saya untuk menyiram air pada setiap kali ada najis ? Teks Jawaban ada anak kecil kencing di sajadah dan semisalnya. Maka untuk menghilangkan najis cukup dengan menggunakan spon atau kain yang dapat menyerap air seni. Kemudian setelah itu dibersihkan dan ditaruh air diatasnya. Setelah itu diulangi lagi sampai menurut persangkaan kuat anda, najisnya telah hilang. Sehingga mudah untuk menyiramkan air di atas sajadah. Dan cukup dengan siraman kecil saja di tempat najisnya saja. Syekh Ibn Utsaimin rahimahullah ditanya, “Bagaimana cara mensucikan karpet besar dari najis? Apakah harus diperas dalam membersihkan najisnya setelah dihilangkan kotorannya? Maka beliau menjawab, “Tata cara membersihkan karpet besar dari najis adalah menghilangkan kotoran najisnya terlebih dahulu kalau ada bekas kotorannya. Kalau beku, cukup diambil saja. Akan tetapi kalau cair seperti air seni, maka dikeringkan dengan spon sampai terserap semuanya. Kemudian setelah itu disiram memakai air diatasnya sampai diperkirakan bekasnya telah menghilang atau najisnya tidak ada. Yang demikian itu dilakukan untuk air seni sebanyak dua atau tiga kali, adapun memerasnya tidak wajib, kecuali jika dengan memeras akan menghilangkan najisnya, seperti jika najisnya sudah masuk ke dalam tempat yang dibersihkan. Dan tidak memungkinkan untuk membersihkan dalamnya kecuali dengan memerasnya, maka harus diperas karpetnya. Selesai dari Fatawa Nurun Alad Darbi. Sementara kalau di atas lantai, maka masalah mudah. Karena lantai tidak menyerap najis. Kalau tempatnya sudah bersih dengan kain handuk basah atau kain basah, dengan dibersihkannya kemudian diulangi beberapa kali membersihkannya. Maka hal itu cukup dalam membersihkannya. Dengan syarat bekas najisnya telah hilang baik berupa warna dan baunya. Wallahua’lam
MacamMacam Najis dan Tata Cara Taharahny. Dalam hukum Islam Ada tiga macam najis, yaitu najis mukhaffafah, najis mutawassitah, dan najis mughalazah. 1. Najis Mukhaffafah. Adalah najis yang ringan, seperti air seni bayi laki-laki yang belum berumur dua tahun dan belum makan apapun kecuali air susu ibu. Cara menyucikannya sangat mudah, cukup
Jakarta - Islam adalah agama yang sangat mencintai kebersihan. Dalam seluruh bidang kehidupan, umat Islam wajib selalu bersih termasuk dalam ibadah. Syarat utama bebas dari hadas dan najis wajib dari buku Pintar Ibadah Dilengkapi Tuntunan Shalat Wajib, Shalat Sunat, Zakat, Puasa, Haji, Shalawat, Doa-doa, najis adalah suatu kotoran. Najis tidak boleh menempel di tubuh saat hendak beribadah, contohnya sholat."Jika kotoran tersebut menempel pada pakaian atau tempat, maka keduanya tidak dapat digunakan untuk beribadah misal sholat. Pakaian atau tempat harus disucikan lebih dulu sesuai jenis najis yang menempel," tulis buku karya Ust H Fatkhur Rahman tersebut. Buku tersebut menjelaskan macam-macam najis, contoh, dan cara membersihkannya. Dalam buku tersebut dijelaskan, cara membersihkan najis mughallazh tentu berbeda dangan Najis mukhoffaffah atau ringanContoh air kencing bayi laki-laki yang belum matang kecuali Air Susu Ibu ASI.Cara membersihkan Najis bisa dibersihkan dengan memercikkan air pada pakaian, tempat, dan hal lain yang terkena najis Najis mutawasithah atau sedang biasaContoh nanah, darah, kotoran yang keluar dari qubul dan dubur manusia atau binatang, dan mutawasithah terbagi menjadi dua jenis dengan contoh dan cara membersihkan yang berbeda. Berikut penjelasannyaa. Najis 'aniyah yaitu kotoran yang nampak zat dan sifatnya misal warna, bau, dan rasaCara membersihkan mencuci hingga sifatnya hilang kemudian dibasuh dengan air yang sucib. Najis hukmiah yaitu najis yang tidak terlihat sifatnya, misal air kencing yang sudah keringCara membersihkan membasuh atau mengalirkan air suci pada pakaian, tempat, atau hal lain yang terkena Najis mugholladhoh atau beratContoh air liur anjing atau babiCara membersihkan mencuci hingga tujuh kali dengan salah satunya dicampur debu atau tanah. Setelah itu dibasuh dan dialirkan air suci pada bagian yang terkena macam-macam najis, contoh, dan cara membersihkannya yang telah dituliskan, Islam mengenal satu lagi jenis najis. Yaitu najis makfu yang artinya najis yang makfu tidak wajib disucikan karena jumlahnya yang sangat sedikit, hingga tak bisa dibedakan bagian yang kena kotoran. Misal darah atau nanah yang sangat sedikit, bangkai hewan yang aliran darahnya tidak mengalir, dan percikan air penjelasan macam-macam najis, contoh, dan cara membersihkannya. Semoga bisa menambah pengetahuan detikers ya. row/erd Contohnajis mukhaffafah adalah air kencingnya bayi laki-laki yang belum berumur 2 tahun dan belum pernah makan sesuatu apa pun kecuali air susu ibunya. Apabila terkena najis ini, cara membersihkannya adalah dengan menggunakan air. Misalnya, dengan percikan air yang kuat dan air harus mengenai seluruh tempat yang terkena najis. Home Tips Sabtu, 10 Juni 2023 - 0719 WIBloading... Mazhab Maliki berargumentasi bahwa air mani itu najis karena asal muasal air mani adalah darah yang juga najis. Foto/Ilustrasi Ist A A A Apakah hukum air mani suci atau najis? Para ulama berbeda pendapat tentang status air mani, ada yang berpendapat itu tergolong benda yang najis dan ada yang berpendapat itu suci . Ustadz Isnan Ansory Lc dalam buku berjudul "Tiga Sumber Najis" menjelaskan, mazhab Syafi'i berpendapat bahwa air mani tidaklah najis. Dalilnya adalah hadis Nabi Muhammad SAW yang menyamakan air mani dengan dahak yang disepakati kesuciannya. عن ابن عباس قال سئل النبي صلى الله عليه وسلم عن المني يصيب الثوب ، فقال إنما هو بمنزلة المخاط والبصاق وإنما يكفيك أن تمسحه بخرقة أو بإذخرةDari Ibnu Abbas ra , Rasulullah SAW ditanya tentang hukum air mani yang terkena pakaian. Nabi Muhammad SAW menjawab, "Air mani itu hukumnya seperti dahak atau lendir, cukup bagi kamu untuk mengelapnya dengan kain." HR Baihaqi Baca Juga Ada juga hadis yang diriwayatkan dari Aisyah ra , bahwa ia mengerik bekas air mani yang telah kering. Rasulullah SAW lalu menggunakannya untuk sholat, sedangkan sisa-sisa maninya masih أفرك المني من ثوب رسول الله صلى الله عليه وسلم، فيصلي فيه "Dari Aisyah ra bahwa beliau mengerik bekas air mani Rasulullah SAW yang telah kering dan beliau salat dengan mengenakan baju itu. HR. Bukhari dan Muslim.Sementara itu, Mazhab Hanafi , Maliki, dan Hanbali berpendapat bahwa status mani adalah najis. Dalil mereka adalah hadis yang diriwayatkan Aisyah ra, beliau mencuci bekas sisa air mani Rasulullah SAW yang telah mengering di pakaian beliau. كنت أغسل المني من ثوب رسول الله صلى الله عليه وسلم فيخرج إلى الصلاة، وأثر الغسل في ثوبه بقع الماء "Aku mencuci bekas air mani pada pakaian Rasulullah SAW, lalu beliau keluar untuk salat meski pun masih ada bekas pada bajunya.” HR Bukhari dan Muslim Baca Juga Dari Abu Hurairah tentang mani yang melekat pada pakaian. "Kalau kamu melihat air mani maka cucilah bagian yang terkena saja, tetapi kalau tidak terlihat, cucilah baju itu seluruhnya." HR Thahawi dalam Syarah Ma'ani al-'Atsar Pendapat al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib ra yang memandang bahwa air mani itu najis sebagaimana air kencing yang telah disepakati kenajisannya. Sedangkan mazhab Maliki berargumentasi bahwa air mani itu najis karena asal muasal air mani adalah darah yang juga najis. Lalu darah itu mengalami istihalah perubahan wujud sehingga menjadi mani, namun hukumnya tetap ikut asalnya, yaitu darah yang najis. Baca Juga mhy mani atau sperma najis suci hadis nabi hukum islam Artikel Terkini More 2 jam yang lalu 2 jam yang lalu 2 jam yang lalu 3 jam yang lalu 3 jam yang lalu 4 jam yang lalu

1 Pencucian. Sudah tidak perlu diperdebatkan lagi bahwa hampir secara keseluruhan proses pensucian najis dilakukan dengan cara mencuci benda itu dengan air agar hilang najisnya. Baik najis ringan, sedang maupun berat. Dan umumnya para ulama mengatakan bahwa najis itu punya tiga indikator, yaitu warna, rasa dan aroma.

Ragu-Ragu Terkena Sesuatu yang Najis, Bagaimana Hukumnya? Foto Berwudhu. Ilustrasi - Di antara keistimewaan Islam adalah bahwa agama ini datang untuk menghilangkan kesempitan dan kesusahan dari manusia. Isam tidak membebani seseorang untuk bertanya tentang kesucian atau kenajisan suatu benda apabila dia tidak mengetahuinya, hal ini berdasarkan prinsip bahwa pada dasarnya segala sesuatu itu suci. Abdul Qadir Muhammad Manshur dalam kitab Panduan Shalat An-Nisaa menjelaskan apabila seseorang terkena benda yang lembab pada malam hari tanpa mengetahui hakikatnya, maka dia tidak dibebani untuk mencium atau mengenali benda itu. Diriwayatkan bahwa Sayyidina Umar bin Khattab melewati sebuah jalan pada suatu hari. Tiba-tiba dia kejatuhan sesuatu dari talang rumah. Ketika itu Sayyidina Umar ditemani oleh seorang rekannya. Rekan Sayyidina Umar itu berkata, "Wahai pemilik talang! Airmu ini suci atau najis?". Sayyidina Umar pun berkata, "Wahai pemilik talang, jangan beri tahu kami. Sungguh, kita telah dilarang untuk menyusahkan diri,". Begitu pula apabila seseorang terkena debu jalanan maka dia tetap suci dan tidak perlu menyusahkan dirinya sendiri. Dia telah dimaafkan karena hal ini menimpa semua orang. Kumail bin Ziyad berkata, "Aku melihat Sayyidina Ali berlumuran lumpur hujan, lalu dia masuk ke dalam masjid mengerjakan sholat tanpa mencuci kedua kakinya,". Abdullah bin Mas'ud berkata, "Kami dulu mengerjakan sholat bersama Nabi Muhammad SAW dan tidak berwudhu karena kotoran yang kami injak,". HR Thabrani. Abu Umamah berkata, "Rasulullah SAW tidak berwudhu karena kotoran yang beliau injak,". Artinya, beliau tidak mengulangi wudhu karena kaki beliau terkena kotoran. Dengan demikian, yang dimaksud di sini adalah wudhu yang dikenal dalam syariat. Tetapi ada yang berpendapat bahwa yang dimaksud adalah wudhu secara etimologis, sehingga maknanya beliau tidak membasuk kaki beliau karena terkena debu jalanan dan sebagainya.
BacaJuga: 3 Macam Najis dan Cara Membersihkannya Sebelum masuk pembahasan, perlu diingat bahwa walaupun sudah kering, tapi kursi atau lantai yang terkena najis masih mempunyai sifat najis, dan najis tersebut tidak hilang hanya karena sudah kering. Ada beberapa perbedaan keadaan yang menjadikan hukum dari masalah ini juga berbeda: 1.

Pertanyaan Saya pergi haji ketika saya mengandung berumur enam bulan. Suatu ketika saya pergi ke WC, saya merasa pakaianku terkena kotoran. Akan tetapi yang tidak menggantinya. Karena hal itu sulit bagi diriku melakukan hal itu ketika berada di Mina’ juga karena saya telah membawa air. Dan saya basuh pakaianku dengannya. Akan tetapi saya tetap belum yakin bahwa saya membersihkan dengan kadar yang cukup. Apakah haji saya sah ataukah saya harus mengulangi haji lagi? Teks Jawaban Insyaallah tidak ada pengaruh keabsahan haji anda dengan najisnya baju. Karena rukun haji yang harus terpenuhi itu ada empat yaitu ihram yaitu niatan menunaikan manasik. Towaf Ifadhoh, sai antara Shofa dan Marwah serta wukuf di Arafah. Rukun-rukun ini tidak disyaratkan bersihnya baju. Kecuali sebagian ulama menyebutkan dalam towaf. Hal ini bagi orang yang benar-benar yakin bahwa di tubuhnya atau bajunya ada najis. Sementara kalau dalam kondisi ragu-ragu, maka towafnya sah. Kedua Seorang muslim tidak harus mengganti baju yang terkena najis. Cukup dihilangkan najis tersebut dengan pembersih yang mudah baginya. Perlu diketahui bahwa syetan terkadang membuka pintu was was yang tidak berujung sehingga dia memberikan was was bahwa najisnya belum hilang. Dan bajunya belum bersih. Selanjutnya shalatnya tidak sah. Dan begitulah menjadikan kehidupannya dalam kesedihan dan kegalauan sehingga menghancurkan kehidupannya. Dalam agama yang suci ini, melarang hal itu terjadi pada diri seorang muslim semenjak awal. Dan memerintahkan untuk membuang keraguan dan tidak menolehnya. Dari Abdullah bin Zain beliau pernah mengaduh kepada Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam tentang الرَّجُلُ الَّذِي يُخَيَّلُ إِلَيْهِ أَنَّهُ يَجِدُ الشَّيْءَ فِي الصَّلَاةِ فَقَالَ لَا يَنْفَتِلْ - أَوْ لَا يَنْصَرِفْ - حَتَّى يَسْمَعَ صَوْتًا ، أَوْ يَجِدَ رِيحاً رواه البخاري 137 ومسلم 361 “Seseorang yang menghayal bahwa dia mendapatkan sesuatu dalam shalatnya, maka beliau bersabda, “Jangan keluar dari shalat sampai mendengarkan suara atau mendapatkan baunya.” HR. Bukhori, 137 dan Muslim, 361. Hadits ini merupakan pokok kaidah Keyakinan itu tidak dapat dihapus kecuali dengan keyakinan yang sama’ Asalnya bagi orang yang shalat itu adalahh suci, tidak boleh keluar dari shalatnya kecuali dengan keyakinan telah keluar hadats. Begitu juga kondisi saudariku penanya, bahwa asal dari bajunya adalah suci sementara dia belum yakin adanya najis padanya. Seraya dia mengatakan, “Saya merasa bahwa bajuku terkena kotoran. Jadi dia tidak yakin adanya najis di bajunya. Dari sini, maka kalau seorang muslim meyakini adanya najis di tubuh atau bajunya, maka dia harus membersihkannya. Tidak diperbolehkan dia menunaian shalat dengan baju ini kecuali telah dibersihkan najisnya. Kalau dia ragu adanya najis, maka tidak perlu ditengok karena asalnya adalah tidak adanya najis dan dia tidak terkena apa-apa kalau dia shalat atau towaf dalam kondisi seperti itu. Syekh Muhammad Sholeh Al-Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Sesungguhnya syareat ini –alhamdulillah- telah sempurna dari seluruh sisi dan sesuai dengan fitrah manusia yang mana Allah telah berikan fitrah kepadanya. Dimana ia datang dengan kemudahan bahkan telah datang dengan menjauhkan manusia dari kelelahan was was dan angan-angat tanpa ada asalnya. Dari sini, maka seoerang manusia dengan pakaiannya asalnya adalah bersih, maka yakin tidak adanya najis di tubuh atau pakainnya. Asal kaidah dasar ini dikuat dengan sabda Nabi sallallahu aliahi wa sallam ketika ada seseorang mengaduh kepada beliau bahwa dia menghayal mendapatkan sesuatu dalam shalatnya – maksudnya hadats – maka Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Jangan keluar dari shalat sampai mendengarkan suara atau mendapatkan baunya. Dan asalnya sesuatu itu pada psosisinya. Maka baju yang anda pakai masuk ke WC dimana anda menunaikan keperluan –sebagaimana yang disebutkan oleh penanya- kalau terkotori dengan air, siapa yang mengatakan bahwa baju basah tersebut adalah basahnya najis kencing atau air yang berubah terkena kotoran atau semisal itu? Kalau kita tidak meyakini akan hal ini, maka asalnya adalah suci. Memang benar dalam persangkaan kuat ia terkotori dengan sesuatu yang najis. Akan tetapi selagi kita belum yakin, maka asalnya adalah tetap bersih. Maka kita menjawab dari pertanyaan ini, kalau mereka belum yakin bahwa bajunya terkena sesuatu najis. Maka asalanya adalah tetap bersih tidak diharuskan mencuci bajunya. Diperbolehkan shalat dengannya dan tidak mengapa. Wallahu alam. Selesai Majmu Fatawa Ibnu Utsaimin, 11/ pertanyaan no. 23 Wallahu’alam

6H1q.
  • yewm3xx9y7.pages.dev/155
  • yewm3xx9y7.pages.dev/372
  • yewm3xx9y7.pages.dev/109
  • yewm3xx9y7.pages.dev/120
  • yewm3xx9y7.pages.dev/17
  • yewm3xx9y7.pages.dev/374
  • yewm3xx9y7.pages.dev/65
  • yewm3xx9y7.pages.dev/153
  • yewm3xx9y7.pages.dev/351
  • was was terkena najis atau tidak